Sabtu, 22 Februari 2014

Hadis Maudhu'


B A B I
PENDAHULUAN
Hadits merupakan sumber kedua setelah Al Qur'an dalam islam. Kita sebagai seorang muslim tidak meyakini bahwa semua hadits adalah shahih. Namun juga tidak benar bila menganggap bahwa semua hadits itu palsu, sebagaimana anggapan para orientalis. Jadi memang ada hadits yang shahih, hasan, dha'if, dan maudhu' (palsu). Dalam kesempatan ini, insya Allah akan menjelaskan seputar hadits maudhu', agar kita faham pembahasan yang berkaitan dengan hadits maudhu', baik pengertian, sejarah kemunculan dan faktor-faktor yang melatar belakanginya, kriteria kepalsuan suatu hadis pada sanad dan matan, dan upaya ulama untuk memerangi/membasmi hadis palsu.
Hadîst Maudhû sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai sebuah hadis, karena ia sudah jelas bukan sebuah hadis yang bisa disandarkan pada Nabi SAW. Hadis Maudhu ini berbeda dengan hadis dha’îf. Hadîst Maudhû sudah ada kejelasan atas kepalsuannya. Sebagai mana hadis sahih telah banyak tersebar dan beredar dalam masyarakat, dan diakui sebagai sebuah hadis yang berasal dari Nabi. Disinilah kemudian hadîst maudhû perlu dimasukkan kedalam kelompok kajian ilmu hadis ini, meskipun sebenarnya ia bukanlah sebuah hadis.
B A B II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Hadis Maudhu’
Secara etimologi kata maudhu adalah isim maf’ul dari kata wadha’a, yang berarti al-isqath (menggugurkan), al tark (meninggalkan), al-iftira’ wa al-iktilaq (mengada-ada atau membuat-buat). Sedangkan secara terminologi menurut Ibn al-Shalaj dan diikuti oleh Al-Nawawi, Hadis Maudhu berarti ‘’ sesuatu hadis yang diciptakan dan dibuat’’
Ada juga yang mengatakan bahwa hadis maudhu adalah ‘’Hadis yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Nabi SAW, yang sifatnya dibuat-buat dan diada-adakan, karena Nabi SAW sendiri tidak menyatakannya, memperbuat, maupun menetapkannya’’
Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa Hadis Maudhu pada dasarnya adalah kebohongan atau berita yang sengaja diada-adakanyang selanjutnya dinisbahkan oleh pembuatnya kepada Nabi SAW, dengan maksud dan tujuan tertentu.
2.      Sejarah kemunculan dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya
a.       Sejarah Kemunculan Hadis Maudhu’
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis, apakah telah terjadi sejak masa Nabi SAW masih hidup, atau sesudah masa beliau. Adapun beberapa pendapat tersebut sebagai berikut:
1)      Sebagian para ahli berpendapat bahwa pemalsuan hadis telah terjadi sejak masa Nabi SAW masih hidup. Pendapat ini dikemukakan oleh Ahmad Amin.
2)      Shalah al-din al-Adhabi berpendapat bahwa pemalsuan hadis yang sifatnya semata-mata melakukan kebohongan terhadap Nabi SAW, dengan masalah keduniawian telah terjadi pada zaman Nabi dan hal itu dilakukan oleh orang munafik. Sedangkan pemalsuan hadis yang berhubungan dengan masalah agama, belum pernah terjadi pada masa Nabi SAW
3)      Kebanyakan ulama hadis berpendapat bahwa, pemalsuan hadis baru terjadi untuk pertama kalinya adalah  setelah tahun 40 H, pada masa kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib, yaitu setelah terjadinya perpecahan politik Ali di satu pihak dan Muawiyah dengan pendukungnya di pihak lain, serta kelompok ketiga yaitu, kelompok khawarij, yang pada awalnya adalah pengikut Ali.
b.      Faktor-faktor yang melatarbelakangi Hadis Maudhu’
1)      Motif Politik
Perpecahan umat islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap perpecahan umat kedalam beberapa golongan dan kemunculan hadis-hadis palsu.
Masing- masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang dengan membawa-bawa Al-Quran dan sunnah. Konflik-konflik politik yang telah menyeret permasalahan keagamaan masuk ke dalam  arena  perpolitikan  dan membawa  pengaruh juga pada madzhab-keagamaan. 
Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha mencari  dalilnya  ke dalam Al-Quran  dan Sunnah,  dalam  rangka mengunggulkan madzhabnya masing-masing. Ketika tidak ditemuinya, maka mereka mulai membuat pernyataan-pernyataan yang disandarkan pada Nabi Muhammad. Di mulailah perkembangan hadis palsu pada masa ini. Contoh hadis palsu yang dibuat oleh kaum Syi’ah antara lain:
Wahai Ali sesungguhnya Allah SWT telah mengampunimu,keturunanmu, kedua orang tuamu,  keluargamu, (golongan)  Syi’ahmu,  dan orang yang mencintai (golongan) Syi’ahmu”.
2)      Usaha dari Musuh Islam (Kaum Zindiq)
Kaum Zindik termasuk golongan yang membenci Islam, baik Islam sebagai  Agama  atau  sebagai  dasar  pemerintahan.  Mereka  tidak  bisa melampiaskan kebencian mereka melalui pemalsuan Al-Quran. Maka mereka memilih cara lain, yaitu dengan pemalsuan hadis, dengan tujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Contoh hadis yang dibuat oleh golongan kaum Zindik antara lain: ‘’Melihat wajah cantik seperti Ibadah’’
3)      Sikap fanatik buta terhadap bangsa, suku, bahasa, negri atau pemimpin
Mereka membuat hadis palsu karena didorong oleh sikap egois danfanatik juga ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, atau yang lain.Contohnya dapat dilihat pada hadis yang dibuat oleh orang Arab yang fanatic terhadap bahasa, contohnya dapat dilihat pada hadis berikut yang artinya; ‘’Apabila Allah murka, menurunkan wahyu dengan bahasa persi dan apabila senang menurunkannya dengan bahasa Arab”
4)      Pembuat cerita atau kisah-kisah
Mereka melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpatik dari pendengarnya dan agar mereka kagum melihat kemampuannya. Hadis yang mereka katakan terlalu berlebih-lebihan dan tidak masuk akal. Contohnya dapat dilihat pada hadis berikut ini, yang artinya ‘’Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiridari emas dan bulunya dari marjan’’.
 Dan dapat di lihat pula pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam At-Targhib “Tiadalah orang mukmin itu sejak dulu hingga hari kiamat melainkan dia pastimempunyai tetangga yang mengganggunya’’.
5)      Perselisihan Mazhab dan Ilmu Kalam
Hadis-hadis palsu yang timbul pada masalah fiqih dan ilmu kalam ini bersumber dari para pengikut madzhab. Mereka berani melakukan pemalsuan hadis  karena  didorong  sifat  fanatic  dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing. Diantara hadis-hadis palsu tentang masalah ini adalah;
a)        Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.
b)   Jibril menjadi  imamku dalam shalat di  Ka’bah,  ia  (Jibril)  membaca basmalah dengan nyaring.
c)    Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali.
d)   Semua yang ada di bumi dan langit serta di antara keduanya adalah makhluk, kecuali Allah dan Al-Quran. Dan kelak akan ada di antaraumatku yang menyatakan “Al-Quran itu makhluk”. Barang siapa yangmenyatakan demikian, niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah pula talak kepadanya istrinya.
6)      Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti Apa Yang Dilakukan
Banyak para ‘Ulama yang membuat hadis palsu dan bahkan menganggap  usaha yang dilaksanakannya itu benar dan merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah, serta menjunjung tinggi agama-Nya. Mereka mengatakan  “kami  berdosa  semata- mata  untuk  menjunjung tinggi nama rasulullah  dan  bukan  yang  sebaliknya”.  Dalam kitab Tafsir Al-Tsa’laby,  Zamakhsyari dan Baidhawy terdapat banyak hadis palsu. Demikian pula padakitab Ihyâ’ ‘Ulûm Al-Dîn
Dari beberapa motif hadis di atas, pembuatan hadis palsu dapat kita kelompokkan kepada empat jenis, yaitu:
a.     Ada kerena disengaja
b.    Ada yang tidak sengaja merusak agama
c.     Ada karena keyakinannya bahwa membuat hadis palsu diperbolehkan
d.    Ada yang karena tidak tahu bahwa dirinya membuat hadis palsu.

Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa tujuan membuat hadis palsu ada yang untuk tujuan positif dan negatif. Walaupun demikian apapun  alasannya, membuat hadis palsu tetaplah suatu perbuatan menyesatkan  dan  tidak terpuji.

3.      Kriteria kepalsuan suatu hadis pada sanad dan matan
Kriteria kepalsuan suatu hadis dapat dilihat pada sanad dan juga kepada matannya.
a.       Sanad
1)      Pengakuan si pemalsu hadis itu sendiri bahwa dia telah memalsukan hadis. Seperti pengakuan Abu Ishmah Nuh ibn Abi Maryam bahwa dia telah memalsukan beberapa hadis yang berkaitan dengan keutamaan surat-surat al-qur’an.
2)      Kenyataan sejarah atau qarinah yang menunjukkan bahwa perawi tidak bertemu dengan orang yang diakuinya sebagai gurunya,  seperti Ma’mum in Ahmad al-Harawi yang mengaku mendengar hadis dari Hisyam ibn Hammar.
3)      Keadaan (qarinah) pada perawi. Sesuatu hadis diketahui kepalsuannya dengan melihat keadaan si perawinya.
4)      Perawi tersebut dikenal sebagai seorang pendusta, sementara hadis yang diriwayatkannya itu tidak pula diriwayatkan oleh seorang perawi lain yang dipercaya.

b.      Matan
1)      Terdapat kerancuan pada lafaz hadis yang diriwayatkan, yang apabila lafaz tersebut dibaca oleh seorang ahli bahasa ia akan segera mengetahui bahwa hadis tersebut adalah palsu dan bukan berasal dari Nabi Saw. Hal tersebut adalah jika si perawi menyatakan bahwa hadis yang diriwayatkannya itu lafaznya berasal dari Nabi Saw.
2)      Maknanya rusak dan tidak dapat diterima akal sehat bahwa hadis tersebut berasal dari Nabi Saw, seperti; siapa yang mengambil ayam janta putih, dia tidak akan didekati (dikenai) oleh setan dan sihir.
3)      Bertentangan dengan nashsh al-qur’an, hadis mutawatir, atau ijma, seperti; Anak zina tidak akan masuk ke dalam surga sampai tujuh keturunan.
4)      Hadis yang mendakwa bahwa para sahabat sepakat untuk menyembunyikan sesuatu pernyataan Nabi Saw, seperti riwayat tentang Nabi Saw memegang tangan Ali di hadapan para Sahabat, kemudian beliau bersabda, bahwa ini adalah penerima wasiatku, saudaraku dan khalifah sesudahku.
5)      Hadis yang menyalahi fakta sejarah yang terjadi pada masa Nabi Saw, seperti hadis yang menjelaskan bahwa Nabi Saw menetapkan jizyah atas penduduk Khaibar dengan disaksikan oleh Sa’d ibn Mu’az.
6)      Matan hadis tersebut sejalan atau mendukung mazhab perawinya, sementara perawi tersebut terkenal sebagai seorang yang sangat fanatik terhadap mazhabnya.
7)      Suatu riwayat mengenai peristiwa besar yang terjadi di hadapan umum yang semestinya diriwayatkan oleh banyak orang, akan tetapi ternyata hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja.
8)      Hadis yang menerapkan pahala yang sangat besar terhadap perbuatan kecil dan yang sederhana, atau sebaliknya siksaan yang sangat hebat terhadap tindakan salah yang kecil. Biasanya hadis-hadis ini terdapat pada kisah atau cerita-cerita.

4.      Upaya ulama untuk memerangi/membasmi hadis palsu
Dalam upaya menanggulangi hadis-hadis maudhu  agar tidak berkembang dan semakin meluas, serta agar terpeliharanya hadis-hadis nabi saw dari tercampur dengan yang bukan hadis, para ulama hadis telah merumuskan langkah-langkah yang dapat mengantisipasi problema hadis maudhu. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut;
a.         Memelihara sanad hadis
Ketelitian dan sikap ketat terhadap sanad hadis yang silakukan oleh umat islam sejak masa para sahabat dan tabi’in. Sikap teliti dan hati-hati tersebut semakin meningkat terutama setelah terjadinya perpecahan dikalangan umat islam dan munculnya tindakan pemalsuan hadis. Para sahabat dan tabi’in apabila menerima hadis selalu menanyakan tentang sanad suatu dari orang yang merawikannya, dan sebaliknya mereka juga akan menerangkan sanad dari hadis yang mereka sampaikan.
“abd Allah ibn Mubarak mengatakan, bahwa Isnad (sanad) adalah bagian dari agama, sekiranya tidak ada isnad niscaya akan berkatalah semua orang tentang apa yang mereka sukai (mengenai hadis/agama)’’.
Sikap ketat dan kritis terhadap sanad hadis akhirnya menjadi sikap umum di kalangan para ulama hadis
b.    Meningkatkan kesungguhan dalam meneliti hadis
Aktivitas dalam mencari serta meneliti kebenaran suatu hadis juga telah dimulai sejak zaman sahabat dan tabi’in. Pada masa itu timbul usaha melakukan perlawatan dari suatu daerah  lainnya yang kadang-kadang hanya untuk kepentingan meneliti kebenaran sebuah hadis dari seorang perawinya.
c.    Menyelidiki dan membasmi kebohongan yang dilakukan terhadap hadis
Di samping sikap hati-hati dalam menerima dan meriwayatkan suatu hadis, para Ulama juga melakukan penyelidikan terhadap pelaku kebohongan dan pemalsuaan Hadis dan sekaligus menutup serta membatasi ruang gerak mereka dalam memalsukan Hadis.

d.   Menerangkan keadaan para perawi
Adalah merupakan keharusan bagi para ulama hadis untuk mengenali para perawi hadis, sehingga mereka dapat menetapkan dan sekaligus membedakan perawi yang benar dan dapat dipercaya riwayatnya dari perawi yang pembohong, dengan demikian dapat dibedakan makna hadis yang Shahih, yang dhaif, bahkan yang palsu.
 
B A B III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Penyebaran hadist hadist dha’if, maudhu’, bahkan palsu di dunia islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap penyimpangan akidah dan ibadah dikalangan umat islam. Yang dilatar belakangi oleh berbagai macam aspek seperti politik, kaum zindik yang ingin merusak islam, kefanatikan, dan yang lainnya. Oleh sebab itu dibutuhkan kepedulian dari diri kita sebagai muslim untuk menyelasaikan masalah  diatas. Banyak cara yang dapat kita lakukan, seperti: meneliti hadis tersebut, memilih perawi-perawi hadis yang telah terpercaya, dan lain sebagainya
B.  Saran
Alhamdulillah, makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin. Meskipun makalah ini telah tersusun dengan sistematisnya.  Namun  bukan  berarti  makalah ini tidak mempunyai kekurangan. Oleh karena  itu,  penulis  sangat  mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangu.

DAFTAR PUSTAKA

Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nashiruddin Al-Albani, Muhammad. 2001. Silsilah Hadist Dha’if dan Maudhu’.
Jakarta: Gema Insani